Teori Pengujian Daya
Dengan
menggunakan hukum ohm, yaitu tegangan pada rangkaian sama dengan arus yang
mengalir dikali dengan beban yang digunakan. Atau suatu pernyataan bahwa
besar arus listrik yang mengalir melalui
sebuah penghantar selalu berbanding lurus
dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya.
V = I . R
V = Tegangan
listrik yang terdapat pada penghantar dalam satuan Volt (V).
I = Arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere (A).
R = Nilai hambatan listrik (resistansi) yang terdapat pada suatu penghantar dalam satuan ohm (Ω).
I = Arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere (A).
R = Nilai hambatan listrik (resistansi) yang terdapat pada suatu penghantar dalam satuan ohm (Ω).
Untuk mencari
daya di setiap pengujian, disini menggunakan hukum Joule yaitu mencari daya
listrik sama dengan tegangan dikali dengan arus yang mengalir. Atau juga
digabung dengan hukum Ohm menjadi tegangan dikuadratkan dibagi dengan beban
yang digunakan.
P = V . I atau P = V^2 / R
P = Daya Listrik satuan Watt
(W)
V = Tegangan listrik yang
terdapat pada penghantar dalam satuan Volt (V).
I = Arus listrik yang
mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere (A).
2. Gambar dan Tabel Pengujian Daya
Pada pengujian ini menggunakan
rangkaian seperti pada gambar di bawah ini.
Catu daya DC
dapat berupa baterai atau akumulator. Sebuah catu daya DC memiliki tahanan dalam
yang besarannya bisa diketahui dengan cara melakukan pengukuran tegangan dan
arus. catu daya DC 4,5 Volt, dipasangkan Resistor variable RL yang dapat diatur
besarannya dari 0 sampai 500
Ω. Tahanan dalam Amperemeter
diketahui besarnya RiA < 0,1 Ω.
Untuk memperoleh
tahanan dalam catu daya DC dilakukan pengukuran dengan mengatur tahanan RL,
kemudian dicatat data pengukuran tegangan V dan pengukuran arus A, yang dibuat
dalam bentuk tabel dibawah ini :
RL (Ω)
|
~
|
50,1
|
20,1
|
10,1
|
6,1
|
4,1
|
3,1
|
2,1
|
1,1
|
0,6
|
0,1
|
I (A)
|
0
|
0,2
|
0,5
|
0,9
|
1,3
|
1,7
|
1,9
|
2,2
|
2,7
|
3,0
|
3,8
|
U (V)
|
13
|
12,1
|
11
|
9,5
|
8,1
|
6,8
|
5,9
|
4,7
|
3
|
1,8
|
0,38
|
P (W)
|
0
|
2,9
|
6,0
|
8,9
|
10,8
|
11,3
|
11,2
|
10,5
|
8,2
|
5,4
|
1,4
|
Lalu untuk
mencari Titik daya maksimum, menggunakan tabel dibawah ini dengan mengubah
nilai RL dari ukuran kecil ke ukuran besar sehingga didapat data dibawah ini.
RL (Ω)
|
1,1
|
2,1
|
3,1
|
4,1
|
6,1
|
10,1
|
20,1
|
50,1
|
~
|
I (A)
|
11,82
|
5,76
|
3,55
|
2,32
|
1,33
|
0,67
|
0,29
|
0,09
|
0
|
U (V)
|
13
|
12,1
|
11
|
9,5
|
8,1
|
6,8
|
5,9
|
4,7
|
0
|
P (W)
|
153,6
|
69,7
|
39,0
|
22,0
|
10,8
|
4,6
|
1,7
|
0,4
|
0
|
4. Kesimpulan
Dengan data
pengukuran tegangan dan arus, maka tabel daya dapat diisi dengan menggunakan
persamaan P = U. I . dari tabel diatas dapat dibuat tabel yang hasilnya seperti
gambar pada lampiran halaman sebelumnya.
Karakteristik
tegangan fungsi arus gambar 1-30, garis beban dapat ditarik ada dua titik, yaitu pada saat tegangan tanpa
beban besarnya 13,1V dan saat terjadi hubung singkat 3,42A. Dari tabel
diperoleh baris daya akan meningkat maksimum sampai 11,4 W dan kemudian menurun
kembali. Saat terjadi daya maksimum tercatat tegangan besarnya 6,8V dan arus
1,67A, Titik ini disebut sebagai daya maksimum di titik A. Dititik A ini jika
nilai RL bisa membesar atau jika digeser akan mengecil.
Karakteristik
daya fungsi arus gambar 1-31 merupakan ploting dari tabel-2 diatas. tampak
garis daya melengkung dari kecil kemudian membesar sampai dicapai titik daya
maksimum di titik Pmak. Jika tahanan RL diturunkan dan arus makin meningkat
daya justru menurun kembali. Saat dititik Pmaks. yang terjadi adalah besarnya
RL = Ri, dimana Ri merupakan tahanan dalam catu daya DC.
Comments
Post a Comment